Dendam Rindu

Hujan masih menyisakan tetes-tetes terakhirnya. Seolah tak mau berhenti ruahkan rindunya pada kemarau   panjang yang datang tahun ini. Dedaunan pohon mangga di kebun belakang telah tandas kuyup dalam gelimang cucuran cairan dari langit. Sesekali kuperhatikan beberapa ekor capung terbang melindungi diri agar sayap transparannya tak lengket oleh getah kulit batang mangga yang terkelupas karena derasnya hujan sore itu. Angin sore bertiup lamban malas-malas menggoda tetesan air yang bergoyang-goyang tertarik hukum gravitasi.

Aku masih hening termenung di teras belakang. Duduk bersandar di kursi jati bertipe sedan peninggalan orang tuaku sambil menyeruput hot chocolate dari cangkir bolaku. Mataku masih lekat memandang layar androidku. Laman facebook itu kupelototi tanpa berkedip. Aku khawatir gegara satu kerjapan saja, laman itu bakal lenyap diterjang ribuan informasi yang berjibaku saling rebut perhatianku saat itu.

Satu pesan dari seseorang nun jauh di seberang sana mengabarkan berita yang membuat jantungku berdegub kencang tak beraturan. Seseorang yang datang dari masa lalu yang sudah kupendam dalam-dalam. Aku tahu degub ini bukanlah takikardia, ini adalah getar kegembiraan. Kabar itu mampu memporak-porandakan jalinan mozaik kehidupan yang telah kususun satu demi satu dan kurekat erat menggunakan lem kerinduan yang super kuat.

Sayup kudengar dari radio di kamar anakku yang memang terletak dekat teras ini,  lagu baru dari grup band GIGI seolah menyindirku:

Berawal dari facebook baruku
Kau datang dengan cara tiba-tiba
Bekas kekasih yang lama hilang
Satu dari kekasih yang terbaik

Mungkin waktu yang ku persalahkan
Mungkin saja keadaan yang salah
Terpikir hati untuk mendua
Tapi nurani tak bisa mendua

Ku hanya bisa membagi kisah-kisah lama
Ku hanya bisa membagi cerita nostalgia
Cuma itu yang kuberikan
Cuma itu yang ku bisa persembahkan

Karna aku ada yang punya Tapi separuh hati ini untukmu
 
Ku bisa saja putuskan dia Ku bisa menutup semua cintaku
Tapi apakah kau pun setuju
Menyakiti seorang manusia

Ku hanya bisa membagi kisah-kisah lama
***

Ah kenapa sekarang? Kenapa kabar yang kutunggu selama belasan tahun itu baru muncul sekarang? Setelah aku memilih seniormu di Akademi Militer dulu, dan dia sudah memberiku 4 buah hati yang gagah serta ganteng. Aku merutuki diri sendiri, kenapa pula aku mesti bermain facebook. Sudah banyak kulihat keluarga sahabatku, kolegaku, tetangga dekat dan jauh yang berantakan gegara mereka menemukan mantan mereka melalui media sosial besutan Mark Zuckenberg tersebut.

Namun aku sadar, bahwa sebenarnya salah satu tujuanku membuat akun facebook adalah untuk mencari kabar beritamu. Maka aku minta tolong anak sulungku untuk membuatkan akun facebook dengan sengaja menggunakan nama panggilan kesayanganmu dulu. Aku berharap kalau bukan aku yang berhasil menemukanmu terlebih dahulu, maka kaulah yang akan menemukanku. Dan kau memang menemukanku!

Ternyata benar kata Rhonda Byrne,  dalam buku fenomenalnya, The Secret, yang mengatakan bahwa rahasia besar kehidupan adalah hukum tarik-menarik. Hukum tarik-menarik mengatakan bahwa kemiripan menarik kemiripan.

Kejahatan menarik kejahatan, kebaikan menarik kebaikan. Kebencian menarik kebencian, kerinduan menarik kerinduan. Aku tak menafikan jauh di lubuk hatiku terdalam, kusimpan rindu itu rapat-rapat. Kutak ingin seorangpun mengendus aroma syahdu nan tabu ini. Tidak suamiku, apalagi anak-anakku. Yang tak pernah kunyana, ternyata kau memendam rindu yang sama. Nun jauh di sana kau tebar virus-virus rindumu itu berharap aku segera terinfeksi.

Kalau kau memendam rindu juga, kenapa kau pergi tanpa memberiku satu pertandapun. Hilang tanpa bekas seolah ditelan ikan paus yang memakan nabi Yunus. Beruntung nabi Yunus ditolong nelayan sehingga segera ketahuan rimbanya. Sementara kau? Ah, apa pula perlunya orang menolongmu? Kadang aku justru berharap bahwa kau juga ditelan ikan paus, dan tak kan ada nelayan yang bakal menolongmu.

Tak tahukah kau betapa sakit hatiku saat itu. Aku begitu berharap padamu, bahkan mendiang ayahkupun sangat mendambamu. Beliau merasa cocok denganmu. Beliau pernah bercerita bahwa dirimu mengingatkan beliau akan masa mudanya. Gagah dan rupawan.

Setiap beliau menanyakan dirimu, aku cuma bisa berbohong bahwa kau terpilih menjadi salah satu prajurit yang
mewakili negara kita  untuk mengikuti pelatihan Basic Leadership Camp di West Point Amerika. Dan hal itu justru membuat ayahku makin membanggakanmu.

Setahun, dua tahun sampai lima tahun aku terus membohongi ayahku bahkan sampai beliau berpulang, aku masih saja membohonginya. Yang kau lakukan itu jahat tau! Sakit sekali mesti berbohong kepada ayah sendiri demi menjaga perasaannya karena tak mau beliau tahu bahwa sebenarnya aku tak pernah tahu keberadaanmu. Lebih sakit lagi, aku harus selalu menekan perasaan rindu yang senantiasa membuncah ketika melihat fotomu. Gegap gempita dan bekerlap-kerlip seperti kembang api pada malam tahun baru, untuk kemudian padam dan jatuh ke bumi.
 
Hari demi hari kulalui tanpa arti. Jauh di palung lubuk hatiku aku masih merasa bahwa kau selalu mengawasiku. Bahwa kau masih mencintaiku, maka kupelihara rasa cinta itu seperti menunggu kacang hijau menjadi kecambah. Dan untuk menyiraminya, rutin aku tuliskan rinduku dalam bentuk puisi di buku harianku.

Rindu Jilid Satu

gairah rindu puisi ini
kupersembahkan
pada cinta pertama
yang pernah singgah

menyeri sensasi dan hati
kenapa cinta itu
tak mampu bersama

namun
kau tetap kurindu
dalam haru
dalam kalbu

karena kau yang pertama
menyentuhku ayu
dan syahdu
***

Kekasihku, pujangga hatiku, bacalah puisi itu bersamaku. Dengarlah keindahan untaian bahasa dan rimanya. Lihatlah betapa aku tegar merindumu. Aku tetap menjalankan rutinitas harianku. Aku tetap kuliah demi tercapainya cita-cita kita. Bukankah kau sangat berhasrat suatu saat akan memimpin pasukan yang diakui terbaik di Asia Pasifik? Menjadi Panglima TNI.  Tentunya kau tak ingin Ketua Persit Kartika-nya terlihat kacangan? Kau inginkan aku juga bisa mendampingi posisimu.

Kekasihku, sandaran hidupku, dengarlah gejolak rindu yang begitu menyiksaku ini, karena tak satu hurufpun pernah kau kabarkan kepadaku. Demi mengurangi pedihnya hati yang bak teriris sembilu ini, aku perlu kembali menulis di buku harianku.

Rindu Jilid Dua

buatmu hanya rindu,
buatmu hanya puisi-puisi yang kutitipkan angin

dengarkah hai sayangku
aku menyanyi di padang ini
mainkan symphoni dengan lirik cinta

menyentuh kaki langit
mendaki puncak gunung
menghilir riak sungai
 
cinta ini tak pernah ragu
walau sekejap kutemukan kau

kumenunggu?
tidak sayangku
kutlah temukan kau
kutlah simpan kau dihatiku

citra yang meresap dalam buih-buih kalbu

rinduku tak menyiksaku
rinduku bahkan menumbuhkan layunya harapanku

rinduku tak melelahkanku
rinduku bahkan mengisahkan mimpi terindah dalam haru

mataku mencarimu
kakiku mengejarmu
dengarku peka akan desahmu

namun hatiku percaya,
 
di sini ada kau untukku
di sana ada aku untukmu
***

Melalui laman Facebook itu kau justru berkabar penuh tanya kenapa aku tak pernah membalas suratmu. Surat apa? Bertahun-tahun aku menunggu tak satu hurufpun pernah kau kirim untuk menyapa dendam rinduku ini.

Kau jelaskan kalau ternyata kau pernah menitipkan sepucuk surat kepada sahabat dekatku. Sebuah surat penuh pengharapan untuk mewujudkan untaian permata kasih di antara kita. Sebuah ajakan untuk 'menghilang' dari keramaian demi bisa melunaskan segala asa yang pernah terjalin bersama. Kalau kau memang sangat mencintaiku. Kalau kau memang ingin aku mendampingimu merajut asa menuju mahligai kebahagiaan, kenapa kau harus pergi?

Ternyata ini masalah semangat korsa. Ternyata hanya karena kau tak berani bersaing dengan seniormu. Aku mencoba memahami situasi yang kau alami waktu itu. Aku mencoba membayangkan seandainya aku menjadi dirimu, apa tindakan yang bakal aku ambil. Akankah aku berlaku egois mementingkan diriku sendiri tanpa memikirkan kekompakan kesatuanku, atau menjaga kesatuan peletonku dengan mengorbankan kebahagiaanku?

Ah, semakin aku mencoba mengerti, justru pikiranku seperti tertarik masuk ke lubang sumur ketujuh. Sudah sempit, menenggelamkan pula.

Adakah hak seorang senior mengalahkan yunior dalam hal asmara? Dalam kehidupan pribadi!  Apakah hal ini tertuang dalam undang-undang kampus militer kalian? Bukankah kebebasan mencintai dan dicintai termaktub dalam salah satu klausul HAM? Aku masih ingat salah satu mata kuliah yang membahas mengenai HAM ini. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Hak tersebut umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia", dan yang "melekat pada semua manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal,  dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang.

Apa kehebatan kampusmu, sehingga berani manafikan konstituen HAM yang bahkan berlaku secara internasional ini. Apakah sebagai wanita aku tak berhak untuk menentukan siapa yang pantas jadi pendampingku? Aku ini bukan piala yang hanya bisa dimenangkan dan dimiliki oleh sang juara. Aku punya hati. Aku punya cinta suci. Namun kenapa kau tinggal pergi?

Kalaupun waktu itu suratmu sampai di tangnku, kau tahu bahwa aku tidak mungkin mengikuti kehendakmu untuk meninggalkan keluarga dan tempat kelahiranku ini. Apalagi untuk sebuah tindakan yang namanya kawin lari. Kau tahu bapakku adalah komandan koramil di sini. Sebuah kedudukan yang lumayan memiliki arti dan kehormatan di mata masyarakat. Meski bapakku menyukaimu, bukan berarti kita boleh menorehkan arang hitam di muka beliau. Sebagai anak, aku mesti menjaga harga diri beliau.

Sayangnya  aku baru ketahui situasimu saat itu melalui pesan facebookmu ini. Coba kalau aku tahu situasimu ini dari dulu. Barangkali ada jalan keluar lain yang bisa kita tempuh. Mungkin saja aku bisa minta tolong bapak untuk melakukan intervensi di kesatuan kalian. Kebetulan bapak kenal dengan komandan tempat kalian menuntut ilmu militer itu.

Namun kenapa baru sekarang semua misteri ini terungkap?  Ketika aku sudah mulai menata kehidupanku yang baru. Ketika jagoanku sudah empat. Ketika semua lini kehidupanku nyaris sempurna?

Kadang aku jadi membenci sahabatku yang tidak memegang amanah untuk menyampaikan suratmu itu. Kadang aku menyumpahi dirimu yang tak punya nyali untuk melamarku. Bahkan kadang aku membenci nasib yang tak adil ini. Dan kini aku sering membenci diriku sendiri.

Aku makin benci situasi ini, karena kau muncul lagi. Kau tahu betapa besar rasa sayangku kepadamu. Rasa dan asa itu selama ini terpendam rapi di dasar kalbu ini. Berusaha aku tekan sedalam mungkin, seperti benih pohon ara yang aku tindih dengan batu besar agar tak mampu bertunas lagi. Tahukah kau bahwa benih pohon ara itu ternyata tidak pernah mati. Keberadaannya di bawah batu besar justru melindunginya  dari tertiup angin atau dimangsa hewan liar. Sampai beberapa waktu kemudian benih itu berakar, semakin banyak dan semakin kuat. Walau tidak tampak kehidupan di atas permukaannya, tetapi di bawah tanah akarnya terus menjalar. Terus mengular. Mengendap-endap!

Setelah dirasa cukup barulah tunasnya akan muncul perlahan. Pohon ara itu akan tumbuh semakin besar dan kuat hingga akhirnya akan sanggup menggulingkan batu yang menindihnya. Selanjutnya benih itu menjadi pohon besar yang mampu menaungi segala macam mahluk untuk berlindung dari terik matahari yang siap membakar.
***

Namun aku sadar dan harus segera menyadarkan diri bahwa pusaran waktu telah membawa kita dalam gulungan nasib yang sekarang ini. Ibarat gulungan ombak yang datang silih berganti menghantam biduk kehidupan kalian menuju titik nadir.

Kau telah di sana bersama dengan semua kebahagiaanmu. Aku tetap di sini, juga lengkap dengan kebahagiaanku. Benar adanya sebuah ayat dalam kitab suci yang mengatakan bahwa apa yang baik bagi kita belum tentu baik bagi Allah. Demikian juga apa yang terlihat kurang sempurna bagi kita, mungkin itulah jalan terbaik bagi kita. Untuk pengenang masa lalu kita, aku akan tuliskan puisi terakhir untukmu

Rindu Jilid Tiga

andai ini rindu terlarang,
terlarang jugakah cinta
yang hadir dari kalbu ini untukmu

andai ini cinta terlarang,
terlarangkah kalbu berdoa
semoga engkau bahagia
*** 

Maka ijinkanlah rasa sayang yang muncul lagi kini, aku manfaatkan untuk menaungi segala jenis makhluk dari panggangan ganasnya  terik nafsu yang mungkin akan membakar.

Ya Allah berikanlah aku kekuatan hati untuk senantiasa bersabar di  jalan kebenaran dan jalan yang Engkau Ridhoi. Jangan biarkan ingatanku bergantung kepada masa lalu dan seseorang yang akan membuat aku jauh dari-Mu, lalai dari Iiadah kepada-Mu, dan melupakan perintah-Mu. Biarkan hati dan pikiran ini hanya tunduk kepada ajaran-Mu serta berpasrah pada Titah-Mu

Segera aku tutup laman facebook dari layar androidku. Kursornya aku arahkan pada navigasi 'hapus akun',  dan dengan mantab aku tekan simbol enter pada layarnya.

(Bogor, seperti diceritakan oleh temanku kepadaku akhir tahun 2016)

 

Komentar

Postingan Populer