Sakti


Namanya Sakti. Usianya baru 8 tahun, dia masih duduk di bangku SD kelas 2, namun ukuran tubuhnya sudah seperti anak SMA. Dengan tinggi 160 cm, dan berat 60 kg, bisa dikatakan dia adalah murid terbesar di kelasnya. Kulitnya sawo matang cenderung hitam, dengan wajah ganteng mirip Aliando membuat Sakti disukai oleh kawan-kawan sekelas, terutama oleh kawan perempuan. Satu ciri khas Sakti adalah dua pusaran rambut yang ada di kepalanya, satu berada di dekat ubun-ubun (seperti bocah kebanyakan), dan satu lagi berada di depan mendekati dahinya yang sangat lapang itu. Ikal rambut tergelung yang depan jika dipanjangkan akan berbentuk serupa huruf S, mirip dengan tokoh Clark Kent atau Superman.
Namun hal yang paling menonjol dari Sakti adalah keramahan dan kebaikan hatinya. Setiap pagi dia akan menyapa semua orang yang dijumpainya sepanjang perjalanan ke sekolah. Pak Reihan tetangga sebelah, Kang Asep penjual ikan keliling, Mang Sup penjaga sekolah, semua akan disapanya dengan takzim. "Selamat pagi Pak Reihan, salam sejahtera untuk Bapak. Selamat pagi Kang Asep, salam sejahtera untuk Akang. Selamat pagi Mang Sup, salam sejahtera untuk Mamang. Kumaha, damang?"

Sakti juga selalu membela kawan yang disakiti oleh kawan lain. Utamanya kawan perempuan. Kapanpun dia mendengar suara kawan perempuan yang tersakiti, dia pasti menjadi pihak pertama yang menolong. Seolah dia memiliki pendengaran super layaknya Superman.

Sakti terlahir di Ujung Genteng, sebuah desa di kecamatan Ciracap, yang berjarak 3-4 jam perjalanan darat dari kota Sukabumi, Jawa Barat. Desa ini berada di pesisir selatan Laut Jawa, dengan beberapa spot pantai berpasir putih yang sering memikat perhatian wisatawan domestik maupun manca negara, seperti Pantai Ujung Genteng, Pantai Pangumbahan, Pantai Amanda Ratu, Pantai Ombak Tujuh, Pantai Cipanarikan, dll.
Bahkan Pantai Amanda Ratu dijuluki Tanah Lot-nya Pulau Jawa karena adanya kemiripan antara kedua tempat yang cantik tersebut. Sama-sama terdapat pulau kecil yang letaknya tidak jauh dari bibir pantai. Pantai ini juga memiliki tebing karang nan indah. Menatap langsung deburan ombak memecah karang memberi sensasi wisata yang berbeda dengan lokasi lainnya.

Ujung Genteng juga menyimpan satu situs penting, yang hanya ada dua di Indonesia, yaitu penangkaran penyu hijau. Satu situs lagi terletak di Pulau Dewata. Dede, ayah Sakti bekerja sebagai pemandu dan penjaga di Balai Penangkaran Penyu tersebut. Selain memandu wisatawan yang ingin melihat proses penetasan tukik, tugas ayah Sakti adalah memastikan semua tukik yang telah menetas dikembalikan ke habitat asalnya, yaitu lautan lepas.

Sebagai penghuni pesisir selatan Laut Jawa, maka mitos mengenai penunggu laut selatan yaitu Nyi Roro Kidul sangat kental dalam pikiran sebagian besar penduduk desa Ujung Genteng, termasuk orangtua Sakti. Dan dua pusaran rambut di kepala seorang jabang bayi merupakan sebuah peristiwa yang langka. Dari seribu kelahiran mungkin hanya ada satu atau dua jabang bayi dengan ciri seperti itu.

Keyakinan warga Ujung Genteng, jabang bayi dengan ciri aneh seperti itu merupakan hulubalang kerajaan penunggu laut selatan. Maka ketika ada bayi terlahir dengan dua ikal di kepalanya, masyarakat sekitar akan melakukan ritual 'ngaruat' untuk menjaga si jabang bayi tetap selamat. Menurut tetua desa, kata ruat berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti patah. Jadi ngaruat mengandung makna mematahkan akibat-akibat yang buruk seperti malapetaka, bala dan bencana, dari pembawaan sesuatu atau seseorang yang telah ditakdirkan. Biasanya prosesi ngaruat dilakukan dengan menggelar pertunjukan wayang golek dengan mengambil kisah Batara Kala yang dikalahkan oleh Batara Wishnu. Kejahatan dikalahkan oleh kebajikan.

Sesepuh masyarakat sekitar juga berpesan agar sepanjang hidupnya, anak dengan ciri seperti ini dihindarkan dari berenang di laut selatan, dimanapun itu, agar tidak diambil oleh penunggunya. 
***
Gejala keanehan Sakti sudah terlihat ketika dia masih berada dalam rahim ibunda. Pernah suatu kali ibunda Sakti sedang mencuci di sungai, dan ada seorang perempuan tua yang memerhatikan perut buncit ibunda Sakti, kemudian berkomentar, "Selamat Ibu. Ibu sedang mengandung seorang putra yang luar biasa. Kelak dia akan jadi penolong sesama dan agamanya"
Ibunda Sakti hanya tersenyum simpul. Dia sudah tidak heran, karena kejadian serupa sudah beberapa kali dia alami.

Suatu  hari dia merasakan perutnya sangat mulas dan panas. Saat itu usia kandungannya berjalan 4 bulan. Tengah malam buta, tetiba saja dia merasakan remasan luar biasa di dalam perutnya. Seolah diaduk oleh molen pembuat adonan cor, perut ibunda Sakti betul-betul terasa nyeri tak terkira.
Untung Dede sang ayah sigap menolong. Dengan kemampuan yang diperoleh dari kakek buyutnya, Dede menempelkan telapak tangan kanannya ke pusar ibunda. Setelah merapal beberapa mantra, keluarlah hawa dingin dari telapak tangan itu yang menembus sampai ke dalam gua garba, tempat jabang bayi bersemayam. Luar biasanya penderitaan yang dialami ibunda langsung sirna. Lenyap tak berbekas, ibarat panas sepenanggungan diguyur oleh hujan sehari. Rupanya sang jabang bayi berhasil merasakan energi positif yang ditransfer ayahnya melalui telapak tangannya tadi.

Dalam kondisi 'trance' melakukan terapi kepada istrinya, Dede mendapatkan wisik bahwa anak yang berada di dalam kandungan istrinya adalah seorang anak lelaki. Selanjutnya suara halus itu mengatakan bahwa putranya merupakan anak yang luar biasa, namun akan mengalami kesulitan dalam proses kelahirannya, serta akan sering menderita sakit.
Maka keesokan harinya Dede memeriksakan kandungan istrinya ke dokter obstetry gyneacology di Rumah Sakit terdekat, yaitu RS Pelabuhan Ratu. Setelah melakukan USG, dr. Untung, Sp.OG mengabarkan bahwa kemungkinan besar anak mereka adalah laki-laki. Bergetar hati Dede mendengar kabar tersebut. "Wisik pertama benar, berarti.... ", belum kelar Dede membathin, dr. Untung melanjutkan, "Dari hasil USG ini terpantau juga bahwa posisi plasenta berada di bawah sehingga menutupi jalan lahir. Istilah kedokterannya adalah Plasenta Previa"
Deg, jantung Dede makin kencang berdegub. "Wisik kedua juga terbukti benar. Duh Gusti apa salah dan dosaku, sehingga anakku yang bakal menerima azabMu?", Dede kembali bergumam dalam hati. Dia tidak berani membayangkan bahwa wisik ketiga juga akan menjadi sebuah keniscayaan. Bahwa anaknya akan sering menderita sakit.

Dede memutar otak, melakukan tirakat, bertanya ke sana kemari untuk meredakan kegundahan yang melandanya. Lima bulan berselang, setelah melalui dua set up persalinan, yaitu induksi farmakologi (sintetik prostaglandin) dan induksi mekanik (kateter balon foley), jabang bayi belum mau beringsut dari rahim ibunda juga, akhirnya dr. Untung memutuskan untuk mengambil tindakan operasi cesar.
Dan kala itu Dede sudah siap memberikan sebuah nama untuk sang jabang bayi yang sekaligus merupakan solusi dari kegalauannya selama ini. Sakti adalah nama yang dipilih Dede untuk jabang bayinya. Sakti merupakan anagram dari kata sakit, wisik ketiga yang didengarnya malam itu. Dengan digesernya susunan huruf ini, Dede berharap kondisi jabang bayinya benar-benar menjadi Sakti. Menjadi orang yang mampu berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam.

Nama merupakan doa. Dan tiada doa yang paling mustajab kecuali doa orang tua. Ketika berumur 5 tahun, Sakti pernah tertabrak mobil sehingga terlempar sejauh 2 meter sampai masuk selokan. Semua orang yang melihat langsung mengucap kalimah istirja. Innallillahi wa innailaihi rajiuun.

Ibunda Sakti menutup mulut menahan teriakan dan isak tangis. Tegang mencekam, suasana saat itu. Sebelum ada orang yang menuju selokan untuk menolong, kepala Sakti tetiba menyembul dari dalam selokan. Ikal bergelung serupa huruf S tampak melambai-lambai. Dia keluar dari selokan sambil menangis dan berlari menghambur ke pelukan ibunda. Luar biasanya kondisi Sakti tetap sehat wal afiat, tak kurang satu apapun. Alhamdulillah, semua orang menghela nafas lega. Dan Dede adalah orang yang paling merasakan kelegaan tersebut. 
***
Suatu hari sekolah Sakti mengadakan karya wisata ke Pantai Karang Hawu, Pelabuhan Ratu. Nama Karang Hawu berasal dari adanya gugusan batu karang yang menyerupai hawu atau tungku di lokasi itu. Pantainya sangat landai dan berpasir putih, cocok untuk bermain anak-anak. Di belakang garis pantai, menyembul bukit-bukit yang rindang oleh pepohonon. Salah satu bukit itu ada yang dikeramatkan warga lokal. Di sini, terdapat kompleks makam, satu di antaranya dipercaya sebagai petilasan Nyai Roro Kidul, sang penguasa laut selatan.

Sakti dan kawan-kawan sangat senang bisa bermain di hamparan pasir putih tersebut. Ada yang bermain bola, bermain pasir membuat istana, ada juga yang bermain lompat karet. Semua siswa, juga guru asyik terlena dalam suka cita hari itu. Menjelang adzan dhuhur, ketika bapak ibu guru mengumpulkan semua murid ke masjid untuk beristirahat dan persiapan shalat, terjadilah kegemparan. Sakti hilang!

Pak Adun, guru pembimbing acara itu mengabsen berkali-kali, namun Sakti tidak menyahut juga. Bapak ibu guru segera berpencar, beberapa melakukan pencarian, dan ada yang melapor ke pihak berwenang. Pak Adun kemudian meminta wakilnya untuk membawa pulang semua siswa ke Ujung Genteng, sementara dia sendiri bersama seorang guru, dibantu masyarakat sekitar dan pihak berwenang melakukan penyisiran pantai Karang Hawu.

Dengan membawa semua alat yang bisa mengeluarkan bunyi-bunyian keras seperti kentongan, panci, galon aqua, kendang, rebana, kelompok kecil masyarakat itu memukul alat yang mereka pegang sambil memanggil-manggil nama Sakti. Mereka berharap seandainya Sakti diculik mahluk halus, ketika mendengar suara riuh rendah itu maka pengaruh ghaibnya akan sirna. Namun sampai tengah malam usaha mereka belum membuahkan hasil. Sakti seperti lenyap ditelan laut selatan. Tiga hari, tiga malam mereka mencari. Sebagian menyisir pantai, bahkan sampai ke Inna Beach Hotel, dimana salah satu kamarnya konon didesain khusus untuk Nyai Roro Kidul. Sakti tak ada di sana.
Sebagian lagi menyusuri laut menggunakan perahu bercadik, namun mereka pulang dengan tangan hampa. Sebagian yang lain menelisik di kerimbunan pepohonan serta celah-celah karang, nihil juga.

Ibunda Sakti menangis berkepanjangan. Airmatanya sampai habis terkuras oleh ratapan yang tiada henti. Anak semata wayang kesayangannya hilang. Separuh dunianya serasa runtuh. Dede mencoba menghibur istrinya agar tabah dan berserah. Berbeda dengan istrinya, Dede tetap tegar menghadapi ujian ini. Entah kenapa dia masih bisa merasakan kehadiran Sakti di sekitarnya. Dia sangat yakin bahwa Sakti masih hidup, hanya dia tidak tahu dia berada dimana.

Pada malam ketiga pencarian, dalam kondisi lelah tak terhingga, Dede mendengar suara perempuan sangat halus yang datang dari celah karang. Suara itu menyuruh Dede segera menuju pulau kecil di dekat Pantai Amanda Ratu. Tanpa membuang waktu, Dede segera mengajak beberapa orang untuk menemaninya mengikuti petunjuk tak kasat mata tersebut. Benar saja, di tengah pulau itu dilihatnya sesosok tubuh tertidur pulas dengan kepala bertumpu pada seekor penyu sebesar bantal.

Bergegas Dede menggendong tubuh yang ternyata memang Sakti tersebut dan membawanya ke dalam mobil. Begitu tubuh Sakti digendong, penyu tadi langsung mencelupkan dirinya ke laut. Bersamaan dengan itu Dede mendengar suara halus yang tadi menuntunnya ke tempat itu, "Jaga anakmu baik-baik. Hanya sekali ini aku bisa menyelamatkannya, sebagai balas jasa anak ini pernah menyelamatkan cucuku" 

Dede tidak terlalu menggubris bisikan kedua ini. Dia terlalu gembira menemukan anaknya. Dia ingin segera meluncur ke rumah untuk mengabari istrinya bahwa anak semata wayang mereka masih hidup. Tiga hari tiga malam Sakti terlelap di kamarnya. Selama itu Dede dan istrinya menunggui secara bergantian. Mereka tidak ingin kehilangan lagi anak kesayangan mereka. Hari ke empat, selepas shalat subuh, Dede mendengar suara lirih anaknya, "Aairrr. Minuuumm" Dengan penuh kasih sayang, Dede menempelkan leher air mineral ke mulut Sakti, "Ini Nak. Minumlah"
"Ayyaah, aku ada dimana?", Sakti mengajukan pertanyaan itu begitu menyadari kehadiran ayahnya. "Kamu sudah berada di rumah, Sayang. Kamu aman. Ada ayah dan ibu menjagamu di sini"
***

Pagi itu Sakti makan lahap sekali. Hampir dua piring nasi tandas disikatnya. Lauknya cukup ikan salem bakar, tempe goreng dan sambal korek. Dede dan istrinya merasakan kebahagiaan tiada tara menyaksikan anaknya telah kembali. 

Ketika kondisi Sakti sudah stabil, dan dia sudah mampu berbicara dengan normal, mulailah dia menceritakan pengalamannya hilang selama tiga hari kemarin. Anehnya dia merasa pergi hanya selama setengah hari.

Siang itu, ketika dia sedang asyik bermain bola dengan kawan-kawannya, dia dihampiri seorang kakek yang berdandan seperti seorang petani. Orang tua itu memakai baju dan celana komprang berwarna hijau lumut dan caping bambu kerucut. "Anak muda, ikutlah denganku sekarang. Ada yang ingin kutunjukkan kepadamu"

Seolah terkena ilmu sirep, Sakti merasa tak kuasa melawan ajakan kakek itu. Bagai kerbau dicucuk hidungnya, Sakti mengekor kakek tadi menuju ke tengah laut. Keajaiban terjadi ketika kakek tersebut masuk ke air. Dia berubah ujud menjadi penyu hijau sebesar bantal. Meski menyadari keajaiban tadi namun kaki Sakti tetap terseret bergerak menuju air. Dan ketika tubuhnya terendam air laut selatan, Sakti merasakan sebuah keanehan. Tubuhnya tetiba saja menjadi kecil. Tangan dan kakinya menjadi pendek dan berbentuk pipih seperti dayung. Dia merasa menggendong tabung oksigen di punggungnya dan berenang mengikuti penyu hijau sebesar bantal tadi.

Setengah jam Sakti berenang mengikuti penyu hijau tadi, sebelum mereka memasuki sebuah kubah berwarna putih transparan seperti gelembung balon busa yang sering dia mainkan. Di dalam kubah raksasa itu terletak pelbagai bangunan mirip menara, namun dengan arsitektur modern. Beberapa kendaraan mirip mobil bersayap terbang hilir mudik di angkasa menara tadi. Rasanya dia pernah melihat suasana seperti ini. Sakti mengalami deja-vu. Setelah mengumpulkan semua ingatan yang dimiliki, akhirnya Sakti menyadari suasana itu sangat menyerupai kota modern Wakanda dalam film Black Panther yang ditontonnya bersama ayah di Sukabumi beberapa waktu sebelumnya.

Wow, Sakti sangat takjub melihat sebuah kota modern berada di dasar samudera seperti itu. Begitu menyentuh dasar kubah raksasa tersebut, secara ajaib penyu hijau tadi kembali menjadi sesosok manusia. Namun bukan seorang kakek, melainkan seorang pemuda gagah dan kekar dengan seragam ketat futuristis , seperti awak pesawat USS Enterprise NCC-1701-J dalam film Star Trek. Hanya saja uniform ini berwarna hijau lumut, dan pada dada kanannya tercetak sebuah logo mirip huruf S.
Belum hilang rasa herannya, Sakti bertambah takjub ketika menyadari ternyata dirinya juga telah menjelma menjadi seorang pemuda gagah dan kekar dengan seragam sama persis dengan pemuda yang berjalan di depannya. Lebih takjub lagi ketika dia melihat rambut ikal tergelung di dahi pemuda itu yang menyerupai huruf S. Sama persis seperti ikal tergelung miliknya. 
***
Mereka berdua berjalan beriringan memasuki sebuah ruang pertemuan yang sangat besar, seluas lapangan bola, berisikan ribuan sosok pemuda yang nyaris sama dengan mereka berdua. Seragam. Ruangan tersebut di-design sangat futuristis. Sejauh mata memandang warna yang dominan adalah soul silver. Perak yang seperti menyala redup. Bernyawa.

Lantainya nyaris tak kentara disaput ruam tipis mirip dry ice. Meski memiliki luas seperti lapangan bola, namun tak terlihat satu tiangpun menyangga atap kubahnya. Kubah itu seperti melayang, dengan gemerlap lampu yang menyinari seluruh ruang.

Jauh di bagian depan ruangan terletak semacam stage, dengan sebuah singgasana besar berwarna keemasan. Ukiran pada singgasana itu berbentuk kepala burung garuda menengok ke kanan. Mirip dengan garuda pancasila yang ada di ruang kelas Sakti. Pada sebelah kiri kanan singgasana terpampang masing-masing sebuah layar besar yang saat itu menyorot sosok yang sedang duduk di singgasana tersebut.

Seorang wanita cantik berusia sekitar 40 tahunan duduk dengan anggun, penuh wibawa. Seperti halnya Sakti, pemuda yang tadi berjalan bersamanya, dan seluruh makhluk yang hadir di ruangan tersebut, wanita tadi juga mengenakan uniform yang sama. Bedanya hanya pada jubah besar berwarna hitam pekat, dengan krah tinggi yang menambah angker penampilannya. Matanya tajam menelisik semua sosok yang hadir di ruangan itu. Rupanya wanita tadi merupakan pimpinan di telatah bawah laut ini yang dipanggil Sang Nyai. Semua orang menunjukkan kepatuhan bersemu takut kepada Sang Nyai. Namun alih-alih takut, mencermati sosok Sang Nyai ini, Sakti justru teringat pada tokoh Maleficent yang diperankan secara apik oleh Angelina Jolie, salah satu aktris idolanya.

Duduk di pangkuan Sang Nyai, seorang anak laki-laki usia sekitar 8 tahun, menggelendot manja sambil memainkan ujung jubah Sang Nyai. Rambut ikal tergelung di dahi anak laki-laki itu menjuntai menyerupai huruf S. Matanya tak kalah tajam menyorot hadirin ibarat follow spotlight pada sebuah pertunjukan musik.

Rupanya acara saat itu merupakan kumpulan triwulanan yang menghadirkan seluruh punggawa keraton futuristis bawah laut tersebut. Agendanya  hanya satu, yaitu perekrutan sebanyak mungkin makhluk hidup agar bersekutu dengan mereka. "Apa kabar sedulur semua. Rahayu?", Sang Nyai mulai menyapa warganya. "Rahayuuuu. Hoh. Hah!", kompak mereka menjawab, bahkan diakhiri dengan yel seperti kalau Sakti latihan pramuka. "Seperti biasanya, Ingsun ingin mendengar apa strategi sedulur semua agar semakin banyak umat manusia yang bersekutu dengan kita?", Sang Nyai melanjutkan salam sapanya dengan langsung masuk pada pokok tujuan kumpulan triwulanan itu.

Seorang pemuda dari sudut kiri maju satu langkah, menghaturkan sembah dengan menangkupkan kedua belah telapak tangannya sembari membungkuk, baru kemudian memberikan usulannya, "Mohon ijin mengusulkan Sang Nyai. Kami dari telatah Pasundan Timur."
"Silakan lur"

"Menurut hemat kami, kita masih bisa meneruskan cara-cara lama yang ampuh, yaitu menawarkan kebiasaan-kebiasaan yang mengasyikkan sehingga para manusia lupa mengabdi kepada Sang Pencipta. Malima sampai kapanpun masih bisa menjadi penghalang umat manusia menuruti perintah Penciptanya"
"Baik, Ingsun tampung dulu usulannya. Bagaimana menurut sedulur yang lain?"
Seorang pemuda dari sudut kanan gantian maju satu langkah. Dia melakukan ritual yang sama dengan pemuda sudut kiri, sebelum memberikan usulannya, "Mohon ijin Kanjeng Nyai. Kami dari telatah Pasundan Barat."
"Silakan Lur"
"Menurut hemat kami, kita lanjutkan hasutan dan aral agar para manusia semakin malas melakukan peribadatan"
"Ada usulan lain?"
Hening sejenak. Hanya music zen lembut serta gemericik air yang terdengar memenuhi ruang silver tadi.

“Hmm baiklah kalau kalian semua belum ada ide lain. Coba kita bahas dulu dua ide ini. Menurut Ingsun ide pertama sudah sangat usang. Umat manusia di atas sana sudah semakin sadar dengan diri mereka. Usulan kedua juga sama kunonya. Dari dulu kerjaan kita memang menghalangi mereka dengan pelbagai aral agar manusia melupakan peribadatan mereka. Namun toh lihatlah, masjid makin subur tumbuh dimana-mana. Itu artinya semangat ibadah mereka memang tak pernah luntur dimakan usia”

Tetiba saja anak laki-laki tadi turun dari pangkuan Sang Nyai dan ikut bersuara, "Uti, aku punya usul. Boleh tidak?"

Rupanya anak laki-laki tadi adalah cucu kesayangan Sang Nyai, yang dikenal cerdas dan penuh ide cemerlang. "Tentu saja boleh Sakti. Kamu mau usul apa Pinter?", ketegasan Sang Nyai langsung lumer berhadapan dengan cucu kesayangannya.
"Waktu aku sedang bermain di dunia atas, aku pernah diambil oleh beberapa santri dan dibawa pada saat mereka ngaji. Aku sempat mendengar tausiah dari ustadz mereka bahwa Allah, Tuhannya para manusia atas itu tidak akan menerima ibadah jika disertai kemusyrikan dan kebodohan. Maka biarkan sahaja para manusia itu melakukan ibadah  mereka. Jika perlu Uti kerahkan pasukan Uti untuk membantu mereka beribadah, karena semakin Uti memberikan aral, maka akan semakin gigih para manusia itu berjuang. Namun Uti mesti tetap melancarkan program terdahulu yaitu mengenai kekuasaan Uti di telatah Pasundan ini agar para manusia tersebut tetap melakukan upacara ruwatan, larungan dll sehingga hal ini akan membuat amal ibadah mereka yang lain juga tertolak. Kalaupun Uti ingin membuat aral, buatlah aral tersebut sekecil mungkin, hampir tak kentara dan seolah bukan merupakan sebuah kewajiban, contohnya adalah mengaji. Biarkan saja para manusia itu melakukan kewajiban ibadah mereka dalam kebodohan, karena ibadah itu juga pasti tertolak. Jika ibadah-ibadah mereka tertolak, otomatis mereka akan menjadi golongan kita juga, hihihi", meski badannya kecil cara bicaranya juga selucu anak usia 8 tahun, namun usulannya membuat seisi ruangan itu tercengang. Sesuatu yang justru tidak pernah mereka pikirkan.

Sang Nyai tersenyum puas. Itulah salah satu alasan dia sangat menyayangi Sakti. Selain lucu, anak ini juga sangat cerdas. Bahkan terkadang mampu berpikir di luar pemikiran anak seusianya. "Sakti, Sakti, kamu memang calon penerus Uti, usulanmu ini sangat brilian sekali. Ada lagi yang mau kamu sampaikan Pinter?"
"Iya Uti", agak ragu Sakti meneruskan, "Tolong kembalikan pemuda itu ke dunia atas. Karena dialah yang telah menyelamatkan aku waktu dimainkan oleh anak-anak santri waktu itu", kata Sakti (sang Cucu) sambil menunjuk diri Sakti. Ya, Sakti ingat dia memang pernah menyelamatkan seekor tukik dari tangan beberapa kawan santrinya yang menghalangi perjalanan tukik-tukik menuju lautan lepas.

Dan setelah itu Sakti tidak ingat apa-apa lagi. Tahu-tahu dia sudah berada di kamarnya dalam kondisi sangat haus dan lapar.
"Begitu ceritanya ayah. Maka kalau boleh aku minta sesuatu kepada ayah agar masyarakat kita terbebas dari gangguan dunia lain"
"Apa itu anakku. Sekembalinya dirimu, sebagai perwujudan rasa syukur, Ayah pasti turuti keinginanmu"

"Benar ya Yah. Yang pertama, tinggalkan semua kebiasaan Ayah yang bertentangan dengan agama kita. Aku tidak mau ayah terperosok dalam kemusyrikan. Dan satu lagi, mulailah mengaji Ayah. Aku masih ingat kata-kata Sakti cucu Sang Nyai, bahwa Allah tidak akan menerima dua jenis ibadah, yaitu:
1. Ibadah disertai kemusrikan
2. Ibadah disertai kebodohan
Itulah alasan kenapa ayat yang pertama diturunkan adala iqro. Bacalah agar kita terbebas dari kebodohan. Maka  mengajilah dulu sebelum beribadah Yah"

Dede agak takjub dengan pemaparan anak semata wayangnya yang seolah mewujud seperti seorang ustadz saja. Namun dia membenarkan semua kata-kata anaknya tadi, dan dalam hati dia sudah ber-azzam untuk memulai lembaran baru sebagai seorang muslim yang kaffah dengan meninggalkan semua ritual syirik yang selama ini dia lakukan dan mulai mengaji Al Quran dan hadits sebagai satu-satunya pedoman hidup.

Telatah Pasundan Barat, awal Ramadhan 1440H

Komentar

Postingan Populer