Gulita Sekam

Gulita Sekam
(sebuah cerpen oleh haridewa)

Tulisan ini adalah sebuah pesan untuk Tiara, anak perempuanku yang cerewetnya minta ampun.

Tiara, ingatkah kamu ketika usiamu menginjak 4 tahun, Bapak menggendongmu menemani ibu yang sedang berbelanja di pasar tradisional. Sepanjang los pasar, semua benda yang baru pertama kali kamu lihat pasti kamu tanyakan "Ini apa Pak? Itu apa Pak? Yang ini apa namanya? Kalau yang itu?", dengan cadel kamu nyerocos membombardir, bagai senapan mesin otomatis UZI yang terkenal itu.  Alhasil, karena capek meladenimu, Bapak memilih menggendongmu kembali ke mobil dan membiarkan ibu belanja sendirian.

Tiara, ingatkah kamu, ketika baru masuk SD, kamu sudah sangat senang menyanyikan lagu-lagu pop yang sedang hits saat itu. Lagu favoritmu adalah Pudar dari Rosa. Tak peduli di mana pun berada, asal mendengar lagu tersebut terlantun, maka dengan genit kamu akan ikut berdendang dan bergerak mengikuti gaya penyanyi aslinya. Pernah suatu malam, di sebuah pusat perbelanjaan kamu melakukan aksi panggung Rosa ketika mendengar lagu itu berkumandang melalui pelantang suara di beberapa sudut mal tersebut. Tak kau sadari bahwa ulahmu ini menjadi tontonan menarik para pramuniaga dan pengunjung lain. Maka begitu kamu selesai beraksi, tedengar tepuk tangan meriah di seantero mal tersebut. Alih-alih bangga, kamu malah menghambur ke pelukan ibumu sambil menangis. "Ibuuuuu!"

Tiara, kamu sudah dewasa sekarang. Usiamu sudah tujuh belas. Sudah saatnya kamu mulai mengemban tanggung jawab wanita dewasa. Sebentar lagi akan datang calon menantu yang meminangmu dan mengambilmu dari sisi Bapak. Maka Bapak ingin mengajarkanmu satu hal yang akan berguna bagimu nanti.

Tak terasa bulan ramadhan sudah berada di penghujungnya, tanda lebaran akan datang. Sudah menjadi kebiasaan keluarga kita, bahwa kita akan mudik lebaran bergantian ke tempat mbah dan ke tempat nenek. Karena tahun lalu kita sudah ke tempat nenek, maka tahun ini kita ke tempat mbah.

Demi kelancaran perjalanan mudik kita, malam ini kita akan berangkat selepas shalat tarawih Ra. Kamu sudah packing semua baju-bajumu untuk 2 minggu khan?  Usahlah membawa terlalu banyak pakaian, macam mau pindah rumah saja. Sepatu juga cukup membawa dua, satu yang resmi, satu lagi casual. Jangan seperti tahun lalu, masak kamu bawa sepuluh sepatu! Kita itu mau mudik, bukan fashion show, Anakku!

Sini Cantik, duduklah di samping Bapak. Temani  Bapak malam ini mengemudi. Bapak ingin malam ini kamu menjadi mata Bapak. Tahu sendiri, mata Bapak sudah kurang awas, apalagi jika malam tiba.

Tiara, kita akan menempuh perjalanan sepanjang 500 kilometer. Jika kita beruntung kita akan sampai di rumah mbah esok pagi. Namun jika kerumunan pemudik lebih ramai dibanding tahun lalu, kita bisa terombang-ambing di perjalanan selama 20-24 jam. Artinya esok malam kita baru akan tiba di rumah mbah.

Tantangan awal kita adalah jalan tol Jakarta Cikampek Ra. Biasanya pada H-3 seperti ini kepadatan arus mudik sedang berada pada puncaknya. Terlambat sedikit kita melaju, bisa jadi kita akan mengalami 'bottle neck' di jalan tol. Kita akan terhambat justru di jalan bebas hambatan. Tidak masuk akal bukan?

Selepas dari Cikampek, kita masih harus mewaspadai padatnya jalur pantai utara Jawa. Sepanjang jalan Subang, Sukamandi sampai daerah Eretan, Celeng Indramayu itu merupakan ujian abadi bagi para pemudik. Ancaman dari truk dan bis malam senantiasa mengincar nyawa kita. Meleng sedikit sahaja bisa jadi nyawa kita melayang.

 
Lanjut Cirebon, Brebes, Tegal dan Alas Roban, jika kita tak mampu menakar emosi dan penginderaan malam, niscaya kita bakal jadi korban.

Tiara, dalam gelap malam itu, gulita cuma akan menyisakan garis putih putus-putus ditingkah oleh sorot lampu mobil dari arah berlawanan. Embun malam sesekali berkelebat memantulkan cahaya rembulan melalui tetesannya satu atau dua. Rintik hujan akan menambah kacau penglihatan Bapak karena percikan airnya memendarkan fatamorgana warna warni bak halusinasi yang tak pernah pupus. Saat seperti itu membuat Bapak merasa berada dalam sekam yang hitam. Kian lama makin menggelap seakan menuju titik-titik ujung dunia. Makanya Bapak perlu kamu sebagai back up mata Bapak Ra.

Tiara, kamu telah dewasa. Sembari menyetir ini ijinkan Bapak berpesan agar kamu menjaga dirimu dengan apik. Bapak tidak melarang kamu berkenalan dengan pria. Namun biarkan mereka hanya mengenal pribadimu, tidak tubuhmu. Biarkan mereka menyanjung senyummu serta budi pekertimu, tapi hindarkan tangan jahil mereka menyentuh ragamu.

Tiara, coba kamu buka sedikit jendela di sampingmu. Maka racun karbonmonoksida dari knalpot akan terhirup pelan sesekali. Asap itu keluar sebagai residu dari pembakaran bahan bakar mobil ini. Mobilpun tak mau menyimpannya, maka jika terhirup oleh kita, isi perut kita bisa teraduk sempurna. Mualnya teracun karbon monoksida ini senyata kecemasan Bapak menyadari telah bertumbuhnya dirimu kini. Sebentar lagi kamu akan diambil orang. Ngeri Bapak membayangkan sebaik apa orang yang akan mengambilmu.

Sekarang fokuskan pandanganmu ke depan. Kelok liuk jejalanan malam ini bersimbah debu-debu lentik tak kasat mata. Isyarat lampu besar mobil dari depan datang cepat melaju retina kita. Menghujam lurus seolah ingin merobek penglihatan kita. Inilah saat hidup mati ditebus oleh hitungan detik.Lengah sedikit saja akan menghantar tubuh kita terbujur kaku tak berkutik.

Tiara, di usiamu sekarang ini kamu ibarat bunga mekar yang siap dipetik. Banyak lebah di luar sana yang akan berlomba menawarkan madunya. Seolah kamu diajaknya ke negeri di awan. Padahal sebenarnya mereka hanya mengincar seteguk anggur di dalam cawan. Maka waspadalah agar kamu tidak terbujur kaku, tak berkutik.

Tiara, cobalah mendongak ke atas sejenak. Lihatlah malam yang telah menyediakan ruang bagi bintang gemintang. Satu titik yang terlihat terang kini itu rupanya sebuah gugusan yang telah lenyap bermilyar tahun silam. Seperti itulah hukum alam semesta yang tak kekal ini. Maka temukanlah pasangan yang mampu bersinar seperti sang surya yang senantiasa menyinari bumi ini tanpa kenal lelah. Dan kamu, jadilah sang rembulan yang selalu tersenyum menerima siraman sinar mentari penuh syukur.

Tiara, terimakasih telah menemani Bapak sepanjang malam ini. Sebentar lagi cahaya mentari akan benar-benar bersinar terang. Dan Bapak lebih senang berkendara dalam siang, meski malam tak selalu kelam. Sesenang hati Bapak kamu temani, tanpa banyak kata seperti biasa kamu membombardir Bapak dengan segala keluh kesah. Jadikanlah malam ini sebagai sebuah pembelajaran, bahwa seperti halnya Bapak, kaum pria tidak terlalu senang didikte atau disetir, apalagi ketika sedang menyetir. Tugasmu sebagai perempuan adalah mendampingi suamimu nanti dan menjadi penyeimbang hidup serta kehidupannya. Artinya, kamu mesti meluruskan ketika suamimu sedang berada dalam persimpangan. Namun, lebih banyak diamlah ketika suamimu sudah berada dalam jalur yang benar. Sama persis seperti pengalamanmu malam ini.

Tiara, perhatikan bagaimana Bapak mengemudikan mobil ini dan menaati semua rambu yang ada. Bapak berhenti tatkala lampu merah menyala, berhati-hati ketika lampu kuning bersinar dan hanya memacu gas setelah lampu hijau berpendar. Maka lancar pula perjalanan malam kita ini dibuatnya.

Sebagai seorang istri hendaknya kamu mendengarkan dengan baik apa yang sedang dikatakan suamimu. Ikuti aturan yang dicanangkannya. Jika kamu bermaksud memotong pembicaraannya sebaiknya kamu meminta persetujuannya terlebih dahulu. Jika ternyata suamimu tidak memberi ijinpun, sebaiknya kamu diam dan tidak memprotes secara keras demi mencegah timbulnya ketegangan yang tak perlu. 

Tiara, kamu tentu menyadari kecepatan yang Bapak ambil selama perjalanan ini tak pernah melampaui setengah lingkaran speedometer yang terpampang pada dashboard itu.
Sebagai istri hendaknya kamu juga tidak menuntut lebih dari apa yang mampu diberikan suami kepadamu. Kamu hendaknya mensyukuri berapa pun jumlah atau wujud pemberiannya. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa kamu tidak boleh mendorong dan mendoakan suamimu kelak agar lebih maju lagi dalam bidang ekonomi atau bidang lainnya.

Tiara, tundukkan sejenak matamu pada jalan raya itu. Rambu marka bersitegang mengabarkan bahwa sebentar kemudian sampai juga kita di tujuan. Rumah mbah.
Begitu pula pandangan matamu terhadap suamimu agar senantiasa tertunduk. Selalu merasa malu, tidak banyak mendebat, senantiasa taat atas perintahnya.

Tiara, sebagai seorang istri hendaknya kamu tetap mempertahankan rasa malu kepada suamimu kelak, meski sudah bukan pengantin baru lagi. Tentu saja malu dalam konteks ini adalah rasa malu dalam arti positif,  seperti malu ketika bau badanmu menimbulkan ketidaknyamanan; malu berpenampilan tidak menarik; atau malu berperilaku buruk, dan sebagainya. Sebagai istri hendaknya kamu juga tidak  mendebat suamimu dalam hal-hal yang tidak perlu. Selama tidak bertentangan dengan syariat, kamu juga wajib menaati semua perintah suamimu kelak.

Tiara, kamu tentu mahfum bahwa di kerumunan pemudik yang bejubel ini, salah satu cara kita agar cepat terbebas dari kemacetan adalah dengan menghargai mereka dan berbagi jalanan dengan sopan. Maka Tiara, sebagai istri, muliakanlah kerabat dan keluarga suamimu kelak. Sadarlah bahwa seorang suami umumnya memiliki hubungan emosional yang kuat dengan para kerabat dan keluarganya.  Oleh karena itu kamu hendaknya dapat memperlakukan kerabat dan keluarga suamimu dengan respek tanpa mempersoalkan status sosial mereka.

Tiara, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang dan ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala 100 kali beribadah haji dan umrah.

Tiara, tiadalah wanita yang selalu tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih sayang. Maka itulah tujuan dipertemukannya seorang wanita kepada suaminya. Yaitu agar tercapai mahligai perjalanan hidupnya. Mengarungi keluarga yang sakinah, mawahdah, warohmah.

Alhamdulillah

#sumpahakupalingbencinyetirmalem

Tabik
- haridewa -
Hari ke duapuluhsatu ramadhan 1440H
Untuk anakku yg baru saja ulangtahun

Komentar

Postingan Populer