Ayah, Aku Mau Jadi Uwais


(cerpen by haridewa)

Dia adalah anak lelakiku. Bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya perempuan semua. Maka kelahirannya memang sangat aku nantikan. Sejak berada dalam kandungan, dia sudah menunjukkan perbedaan dengan dua kakaknya. Selain perut ibunya yang lebih besar, sehingga sempat dikira kembar, proses kelahirannya pun terpaksa melalui operasi caesar, karena posisi ari-ari yang mendahului si jabang bayi. Plasenta previa, demikian kata dokter yang membantu kelahirannya. 

Tentu aku sangat gembira menyambut kehadirannya. Karena aku sempat cemas jika anak ketiga ini bakal perempuan juga. Aku sadar bahwa anak adalah titipan dari Tuhan. Maka lelaki atau perempuan pada dasarnya sama sahaja. Namun, jauh di dasar sanubariku, dan mungkin di dasar kalbu semua ayah, pasti ada keinginan untuk memiliki anak lelaki. Anak yang kelak bisa diajak main bola, menemani memancing, atau sekedar membantu mengecat dinding rumah. 

Ibarat nelayan, aku tersadar ketika
senja itu buih ombak samudera telah capai buritan. Dan aku merasa bahwa oleng perahu kayuku tak mampu sembunyikan kepak sayap camar nan siratkan kegembiraan

Jerit orok itu membangunkanku dari impian panjang. Kejar mengejar keinginan saat fajar menguak hati. Lunas sudah hutangku kepada matahari. Kepada penatnya siang, kepada lusuhnya topeng penantian. 

Kegembiraan ini hantarkanku pada keniscayaan. Bahwa kegagalan ajarkan kita tentang keberanian. Bahwa kekecewaan tunjukkan kita akan kebenaran. 

Aku hanya bisa berdoa, dan Tuhan jua yang akan menentukan. Absolut ada di tangan ilahi, yang kita punya hanyalah nisbi. Setelah melalui perjuangan panjang selama hampir 3 jam, lahirlah si jabang bayi. Dalam hati aku berucap, "Alhamdulillahi rabbil aalamiin, selamat datang anakku lelaki"
***

“Yah, adik mau mimpi jadi Ben Ten,” tak terasa si bungsu sudah berumur 6 tahun. Seperti kebanyakan anak seusianya, dia juga sangat menyukai film kartun. Dari Naruto, Batman, Spiderman, Superman, sampai belakangan ini dia sedang menggadrungi Ben Ten. 

Sebagai orang tua, aku memberikan keleluasaan kepadanya untuk menikmati karakter kesayangannya tersebut, karena ada satu kesamaan dari kesemuanya, yaitu cerita kepahlawanan. Tentang tokoh yang selalu membela kebenaran. Sudah menjadi kebiasaan anak bungsuku, setiap berangkat tidur selalu memesan mimpi sesuai dengan karakter kesayangannya. Karena akhir-akhir ini dia sedang menyukai Ben Ten, maka tadi malam dia minta bermimpi untuk menjadi Ben Ten.

Bagi beberapa orang, permintaan anak semacam ini mungkin akan membuat mereka kalang kabut kebingungan. Bagaimana tidak? Kalau anak kita minta makanan, mainan atau bahkan uang, dengan mudah kita bisa memberikannya. Namun minta untuk bermimpi sesuai dengan keinginannya? 

Mungkinkah itu? 

Jawabannya mungkin, sangat mungkin bahkan. 

Sebagai praktisi pemberdayaan pikiran bawah sadar, aku sangat paham mengenai proses terbentuknya sebuah keyakinan. Proses ini dimulai dari masuknya informasi melalui lima indera kita, yang setelah diberi muatan kualitas dan disaring oleh pikiran kritis, maka akan terbentuk sebuah belief. 

Titik krusialnya berada pada pikiran kritis tersebut. Maka agar keyakinan seseorang bisa diintervensi, pikiran kritisnya mesti dilumpuhkan terlebih dahulu. Banyak cara bisa dilakukan untuk melumpuhkan pikiran kritis, salah satunya adalah kondisi menjelang tidur atau hypnogogic. 

Sekalian mengantar si bungsu tidur, aku menanamkan skenario mimpi sesuai pesanannya. Ketika kelopak matanya sudah terpejam, dan bola matanya terlihat bergerak, aku akan membisikkan skenario tersebut, "Sekarang Adik sudah menjadi Ben Ten, pahlawan pembela kebenaran.  Adik memiliki perangkat alien seperti arloji yang disebut 'Omnitrix' yang terpasang di tangan kiri Adik. Dengan arloji itu Adik memiliki kekuatan  untuk melawan kejahatan dari bumi dan luar angkasa. Besok pagi ketika Adik terbangun, Adik akan terasa sangat segar dan sehat, dan Adik akan benar-benar menjadi anak baik pembela kebenaran.” 

Biasanya dia masih bisa mengangguk sebelum kucium keningnya dan aku keluar dari kamarnya. Keesokan harinya, ketika aku menanyakan mimpinya tadi malam, maka dia akan bercerita dengan gegap gempita pengalamannya menjadi Ben Ten, Sang Pembela Kebenaran itu. Dia mampu mengingat senjatanya, kendaraan yang digunakannya, jurus yang dipakainya untuk melawan musuh, musuh yang dilawannya, bahkan kemenangan yang diraihnya. Luar biasa bukan?
***

"Ayah, aku mau jadi Uwais," suatu hari bungsuku tadi mengajukan permintaan ini. 
"Iko Uwais, Dik?" 
Aku berpikir dia ingin menjadi Rama dalam film The Raid, yang diperankan oleh Iko Uwais. 
"Bukan ayah, tapi Uwais yang menggendong ibunya pergi haji"

Rupanya anak bungsuku habis diajak ibunya menghadiri pengajian, dan dia terkesan oleh kisah Uwais Al Qarni yang disampaikan penceramahnya. Uwais Al Qarni adalah salah satu manusia bumi yang merupakan penduduk surga. Bahkan Rasullah SAW berpesan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah SAW untuk mencari Uwais.

“Di jaman kalian nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Kalau berjumpa dengannya minta tolong kepadanya agar berdoa untuk kalian berdua.”

Rupanya keutamaan Uwais diperoleh karena dia menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman menuju Mekkah, melewati padang pasir yang tandus dan panas. Meskipun punggungnya berdarah-darah, namun tanpa mengeluh sedikit pun Uwais tetap tegar menghadapinya. 

Sesampai di Mekah, Uwais tetap berjalan tegap menggendong ibunya melakukan sa'i dari Shofa ke Marwah, melakukan tawaf berkeliling Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata setelah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.”

Masya Allah, rupanya si bungsu ingin menjadi pahlawan untuk ibunya. Maka skenario yang aku tanamkan setelah itu adalah kisah Uwais Al Qarni. 

Hari demi hari berlalu. Aku perhatikan si bungsu memang semakin dekat dengan ibunya. Setiap bangun pagi dia akan mencari ibunya. Dengan tangan-tangan mungilnya dia juga akan membantu ibunya di dapur, atau menemani ibunya menjemur cucian. 

Dia hanya mau menemaniku memancing, kalau ibunya juga ikut. Dia hanya mau bermain bola, jika itu adalah perintah ibunya. Dia juga akan memasang badan ketika kedua kakaknya terkadang membandel perintah ibunya. Untuk urusan sholat pun, dia akan menunggu ibunya. Rupanya skenario Uwais betul-betul sudah merasuk dalam sanubarinya. 

Suatu hari, ketika aku sedang asyik menyelesaikan buku baruku, dia mengetuk ruang kerjaku. Dengan mata melotot, mulut cemberut dan tangan mungilnya berkacak pinggang, dia berkata tegas, "Ayah, kenapa ibu di kamar menangis!"
"Lha, ayah enggak tahu Dik. Dari tadi ayah di sini. Coba Adik cari tahu dulu, baru ke sini lagi. OK?"

Dia balik badan, berlari ke kamar ibunya. Sejurus kemudian dia sudah kembali ke ruang kerjaku. Kali ini dengan wajah ramah, pipi bersemu merah, dia meraih tanganku. Sambil mencium tanganku, dia berkata, "Maafkan adik Ayah, rupanya hape ibu jatuh dan pecah. Makanya ibu menangis. Hari ini ibu belum bisa update status"

"Ya sudah, hibur ibumu dulu sana. Siang nanti kita pergi ke tukang reparasi hape"

Aku tersenyum lega, karena telah memiliki seorang Uwais di rumah ini. 

Bogor, Medio Mei 2021

Komentar

fatymababic mengatakan…
The best casino slots apps - JTM Hub
Check out our 문경 출장안마 list of the best mobile casinos that 충주 출장안마 have the best slots for you! All the slot games available 동두천 출장샵 on the go 영주 출장안마 can be 동두천 출장샵 played with

Postingan Populer